Sabtu, 03 Januari 2015

Ilmu Islam dalam bidang Ilmu Astronomi

Khalifah al-Manshur dari generasi ke-Khilafahan Abasiyah pernah memerintahkan untuk menerjemahkan buku tentang astronomi yang berasal dari India yang berjudul Sidhanta. Penerjemahnya adalah al-Farabi (meninggal antara 796-806 M). Ia kemudian terkenal sebagai astronom pertama di dalam sejarah Islam.
Sepeninggal al-Farabi, direktur yang membidangi ilmu astronomi adalah al-Khawarizmi. Ia berhasil merumuskan perjalanan matahari dan bumi serta menyusun jadwal terbitnya bintang-bintang tertentu. Pada masa pemerintahan al-Makmun, al-Khawarizmi berhasil menemukan kenyataan tentang miringnya zodiak (rasi/letak) bintang. Ia berhasil pula memecahkan perhitungan sulit yang disebut dengan persamaan pangkat tiga (a qubic equation), yang oleh Archimides pernah disinggung, tetapi tidak berhasil dipecahkan. Penemuannya yang paling masyhur dan tetap digunakan dalam berbagai cabang ilmu adalah ditemukan dan mulai digunakannya angka nol serta berhasil disusunnya perhitungan desimal. Perlu diketahui bahwa bangsa Romawi, Yunani, maupun berbagai peradaban sebelum Islam, penjumlahan maupun pengurangan, bahkan lambang angka/bilangan belum mengenal angka nol.
Pakar-pakar astronomi yang pernah hidup pada masa itu, antara lain, adalah Ahmad Nihawand; Habsi ibn Hasib (831 M); Yahya ibn Abi Manshur (hidup antara 870-970 M); an-Nayruzi (922 M), pengulas buku Euclides dan penulis beberapa buku tentang instrumen untuk mengukur jarak di udara dan laut; al-Majriti (1029-1087 M), yang dikenal lewat bukunya, Ta‘dîl al-Kawâkib; az-Zarqali (1029-1089 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai Arzachel; Nashiruddin at-Tusi (wafat 1274) yang membangun observatorium di kota Maragha atas perintah Hulaghu.
Az-Zarqali berhasil membeberkan kepada dunia cara menentukan waktu dengan mengukur tinggi matahari. Ia adalah orang pertama yang membuktikan gerak apogee matahari dibandingkan dengan kedudukan bintang-bintang. Menurut perhitungannya, gerak itu besarnya 12,04 derajat. Bandingkan akurasinya dengan nilai sebenarnya yang diperoleh saat ini, yaitu 11,8 derajat.

Ibn Jaber al-Battani, yang dikenal orang Eropa sebagai Al-Batanius (858-929 M), berhasil mengembangkan beberapa penyelidikan yang pernah dilakukan oleh Ptolomeus. Ia memperbaiki perhitungan-perhitungan mengenai waktu dan jarak tempuh bulan maupun beberapa planet. Ia juga membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari setiap tahun. Perhitungannya yang teliti tentang besarnya kemiringan ekliptika, panjang tahun tropis, waktu dan jarak tempuh matahari diakui oleh pakar-pakar astronomi.

Pada masa Bani Fatimiyah berkuasa, pakar astronom Muslim ternama, Ali ibn Yunus (meninggal tahun 1009 M) mempersembahkan sebuah buku mengenai ilmu astronomi kepada negara berjudul Al-Zij al-Kâbir al-Hâkimî. Manfaat buku ini diakui oleh para pakar astronomi sehingga disalin ke bahasa Persia oleh ‘Umar Khayyam. Umar Khayyam sendiri berhasil menyusun sistem penanggalan yang lebih teliti dibandingkan dengan penanggalan Gregorian, karena penyimpangannya hanya satu hari dalam 5000 tahun, sedangkan penanggalan Gregorian penyimpangannya satu hari dalam 3300 tahun). Buku Ali ibn Yunus juga diterjemahkan ke dalam bahasa China oleh Co Cheon King (tahun 1280 M). Pada masa yang sama, al-Biruni (1048 M) memaparkan teorinya mengenai rotasi bumi, perhitungan serta penentuan bujur dan lintang bumi dengan akurasi yang amat teliti. (Ehsan Masood, 2009 : 95)

Tidak ada komentar: