Minggu, 01 November 2015

Indonesia



INDONESIA
Indonesia memiliki banyak pulau maupun kepulauan. Indonesia memiliki banyak suku dan bahasa daerah. Kekayaan Negara ini begitu banyak, baik dari kekayaan alam maupun budaya daerah. Inilah Indonesia yang telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Apakah kita dapat memanfaatkan dari beberapa faktor tersebut? Apakah bisa melestarikan apa yang telah menjadi amanah buat kita?

Jumat, 15 Mei 2015

Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Mesjid

Masyarakat merupakan salah satu unsur yang penting dalam kehidupan, karena masyarakat bertindak sebagai pelaku utama dalam kehidupan. Dalam kehidupan masyarakat pasti ada aturan tertentu untuk mengatur kehidupan. Selain dari itu, dalam masyarakat juga terdapat kepercayaan masing-masing. Agama Islam merupakan salah satu kepercayaan yang dianut oleh masyarakat dunia.
Agama Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah Ta’alaa kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril untuk kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Dalam agama Islam banyak terdapat peraturan syar’i yang di peruntukan bagi penganutnya, contohnya dalam hal bermasyarakat. Dalam peraturan tersebut Islam mengajarkan bahwa dalam bermasyarakat itu harus ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti dalam hal berbicara kepada orang lain, tingkah laku dan harus saling membantu satu sama lain. Selain dari itu, akhlak merupakan salah satu yang harus diperhatikan, yaitu akhlak manusia yang berbasis masjid.
Akhlak manusia yang berbasis mesjid merupakan salah satu perwujudan dari pemberdayaan masayarakat berbasis mesjid. Dalam hal ini, masyarakat dibimbing supaya akhlak mereka benar dan istiqomah. Maksud akhlak yang berbasis mesjid itu akhlak masyarakat yang sesuai dengan yang diajarkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana kita tau bahwa akhlak Rasulullah itu sangat luar biasa, sehingga Rasulullah sangat dihormati dan disegani oleh umatnya sampai sekarang ini. Dalam hal ini, perlu dilakukan cara supaya masyarakat kita ini bias mengamalkan akhlak yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
 Ada berbagai cara yang dapat dilakukan supaya masyarakat dapat diarahkan akhlaknya berbasis mesjid atau akhlak yang sesuai dengan Rasulullah SAW. Pertama dengan membimbing masyarakat supaya mereka berbuat baik kepada sesama masayarakat yang lain dengan rutin mengadakan ceramah serta bimbingan agama supaya hati mereka tersentuh untuk melakukan kebaikan. Kedua selalu menjaga mesjid, maksudnya yaitu menjaga supaya mesjid tetap penuh dengan orang-orang yang beribadah kepada Allah Ta’alaa, dengan melakukan shalat wajib secara berjamaah di mesjid, melakukan pengajian Al quran di mesjid, mengadakan tausyiah yang ditujukan untuk masyarakat, mengadakan perundingan tentang syar’i, mengadakan kegiatan social yang berbasis agama Islam seperti bantuan bagi orang-orang yang tidak mampu, bimbingan terhadap orang-orang yang tidak bias mendapatkan pengajaran secara formal dan lain sebagainya yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah hal yang mudah, pasti ada halangan dan rintangan. Dalam mengantisipasi hal ini, kita harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan sangat matang, meminimalisir kesalahan yang ada dan diubah menjadi suatu yang baik, dan tidak lupa untuk memohon bantuan kepada Allah SWT.

Sabtu, 03 Januari 2015

Ilmu Islam dalam bidang Ilmu Pasti/Matematika

Bangsa Barat mengenal angka-angka Arab, atau biasa disebut algoritma, dengan menisbatkannya kepada al-Khawarizmi, seorang pakar matematika dan aljabar. Kata algoritma, yang disingkat menjadi augrim, bersumber dari buku-buku al-Khawarizmi. Orang-orang Eropa saat itu amat terpengaruh oleh teori-teorinya yang brilian. Hal itu tampak dalam buku Karmen de Algorismo, karangan Alexander de Villa Die (tahun 1220 M), dan buku Algorismus Vulgaris, karangan John of Halifax (tahun 1250 M).
Buku al-Khawarizmi yang paling masyhur adalah Hisâb al-Jabr wa al-Muqâbalah. Gerald of Cremona menerjemahkan buku ini ke dalam bahasa Latin, yang edisi Inggrisnya berjudul The Mathematics of Integration and Equations. Buku ini menjadi referensi utama di berbagai perguruan tinggi Eropa hingga abad ke-16 M. Selain itu, al-Khawarizmi berhasil mengembangkan perhitungan Platolemy dalam perhitungan busur dan ilmu ukur sudut dengan mengetengahkan istilah sinus serta menyusun penyelesaian yang sistematis dalam persaman pangkat dua. Ibn Ibrahim al-Fazari mengembangkannya lebih lanjut hingga ke bentuk persamaan pangkat tiga. Hal sama sebenarnya juga dilakukan dalam persamaan pangkat tiga oleh Abu Ja’far al-Khazen (960 M). Hanya saja, ia lebih memfokuskan penggunaan aljabar dalam ilmu ukur, dan ia adalah peletak dasar bagi ilmu ukur analitis.

Keahlian dalam aljabar yang digunakan dalam ilmu ukur sudut didalami oleh Al-Battani (858-929 M). Dialah yang menguraikan persamaan sin Q/cos Q = k. Ia pun menjabarkan lebih lanjut formulasi cos a = cos b cos c + sin b sin c cos a pada sebuah segi tiga.
Abu al-Wafa (940-998 M) termasuk kelompok pertama pakar matematika yang mengungkapkan teori sinus dalam kaitannya dengan segi tiga bola. Ia orang pertama yang menggunakan istilah tangent, cotangent, secant, dan cosecant dalam ilmu ukur sudut, yang sekaligus membuktikan adanya hubungan di antara keenam unsur itu.

Jabir ibn Aflah, yang dikenal oleh bangsa Eropa dengan sebutan Geber (wafat tahun 1150 M), telah menulis buku dalam ilmu astronomi sebanyak 9 jilid. Para pengkaji manuskrip kuno menganggap bahwa bukunya merupakan pengembangan labih lanjut dari buku Almagest-nya Platomeus. Jabir ibn Aflah adalah orang pertama yang menyusun formulasi cos B = cos b sin A, cos C = cos A cos B pada sebuah segi tiga, yang sudut C-nya siku-siku. (Ehsan Masood, 2009 : 114)

Ilmu Islam dalam bidang Ilmu Astronomi

Khalifah al-Manshur dari generasi ke-Khilafahan Abasiyah pernah memerintahkan untuk menerjemahkan buku tentang astronomi yang berasal dari India yang berjudul Sidhanta. Penerjemahnya adalah al-Farabi (meninggal antara 796-806 M). Ia kemudian terkenal sebagai astronom pertama di dalam sejarah Islam.
Sepeninggal al-Farabi, direktur yang membidangi ilmu astronomi adalah al-Khawarizmi. Ia berhasil merumuskan perjalanan matahari dan bumi serta menyusun jadwal terbitnya bintang-bintang tertentu. Pada masa pemerintahan al-Makmun, al-Khawarizmi berhasil menemukan kenyataan tentang miringnya zodiak (rasi/letak) bintang. Ia berhasil pula memecahkan perhitungan sulit yang disebut dengan persamaan pangkat tiga (a qubic equation), yang oleh Archimides pernah disinggung, tetapi tidak berhasil dipecahkan. Penemuannya yang paling masyhur dan tetap digunakan dalam berbagai cabang ilmu adalah ditemukan dan mulai digunakannya angka nol serta berhasil disusunnya perhitungan desimal. Perlu diketahui bahwa bangsa Romawi, Yunani, maupun berbagai peradaban sebelum Islam, penjumlahan maupun pengurangan, bahkan lambang angka/bilangan belum mengenal angka nol.
Pakar-pakar astronomi yang pernah hidup pada masa itu, antara lain, adalah Ahmad Nihawand; Habsi ibn Hasib (831 M); Yahya ibn Abi Manshur (hidup antara 870-970 M); an-Nayruzi (922 M), pengulas buku Euclides dan penulis beberapa buku tentang instrumen untuk mengukur jarak di udara dan laut; al-Majriti (1029-1087 M), yang dikenal lewat bukunya, Ta‘dîl al-Kawâkib; az-Zarqali (1029-1089 M), yang di Barat lebih dikenal sebagai Arzachel; Nashiruddin at-Tusi (wafat 1274) yang membangun observatorium di kota Maragha atas perintah Hulaghu.
Az-Zarqali berhasil membeberkan kepada dunia cara menentukan waktu dengan mengukur tinggi matahari. Ia adalah orang pertama yang membuktikan gerak apogee matahari dibandingkan dengan kedudukan bintang-bintang. Menurut perhitungannya, gerak itu besarnya 12,04 derajat. Bandingkan akurasinya dengan nilai sebenarnya yang diperoleh saat ini, yaitu 11,8 derajat.

Ibn Jaber al-Battani, yang dikenal orang Eropa sebagai Al-Batanius (858-929 M), berhasil mengembangkan beberapa penyelidikan yang pernah dilakukan oleh Ptolomeus. Ia memperbaiki perhitungan-perhitungan mengenai waktu dan jarak tempuh bulan maupun beberapa planet. Ia juga membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari setiap tahun. Perhitungannya yang teliti tentang besarnya kemiringan ekliptika, panjang tahun tropis, waktu dan jarak tempuh matahari diakui oleh pakar-pakar astronomi.

Pada masa Bani Fatimiyah berkuasa, pakar astronom Muslim ternama, Ali ibn Yunus (meninggal tahun 1009 M) mempersembahkan sebuah buku mengenai ilmu astronomi kepada negara berjudul Al-Zij al-Kâbir al-Hâkimî. Manfaat buku ini diakui oleh para pakar astronomi sehingga disalin ke bahasa Persia oleh ‘Umar Khayyam. Umar Khayyam sendiri berhasil menyusun sistem penanggalan yang lebih teliti dibandingkan dengan penanggalan Gregorian, karena penyimpangannya hanya satu hari dalam 5000 tahun, sedangkan penanggalan Gregorian penyimpangannya satu hari dalam 3300 tahun). Buku Ali ibn Yunus juga diterjemahkan ke dalam bahasa China oleh Co Cheon King (tahun 1280 M). Pada masa yang sama, al-Biruni (1048 M) memaparkan teorinya mengenai rotasi bumi, perhitungan serta penentuan bujur dan lintang bumi dengan akurasi yang amat teliti. (Ehsan Masood, 2009 : 95)

Kelautan Menurut Pandangan Islam

Kelautan yang di dalamnya terdapat sector perikanan (fishery) merupakan bagian dari sector ekonomi yang bertumpu pada hasil laut. Di Indonesia menganut asas Zona Ekonomi Eksklusif yaitu suatu upaya untuk mengatur pemanfaatan sumber daya kelautan yang dicetuskan dalam pertengahan dasawarsa 70-an, yang kemudian dikenal sebagai hak hukum nasional sampai 200 mil laut dari garis pantai.
Produk periklanan Indonesia yang dimanfaatkan sebagai komoditi ekspor terdiri atas beberapa jenis, yaitu perikanan darat dan periklanan laut. Hasil periklanan darat berasal dari empang dan tambang. Sedangkan hasil dari perikanan laut meliputi udang laut, tuna, fillet kakap dan lainnya. Dan hasil laut selain perikanan adalah perhiasan seperti mutiara dan marjan.
Al-Qur’an secara jelas memberikan peluang kepada manusia untuk menikmati kekayaan laut. Dari 6.236 ayat dalam al Qur’an sedikitnya ada 32 ayat yang membicarakan tentang laut dalam berbagai dimensinya; ada sebagai metafor keluasan ilmu-Nya, ada yang menunjukkan kewilayahan dalam aktivitas dan tempat yang penuh resiko bagi yang ada di dalamnya kecuali dengan penguasaan dari Allah swt. Dan beberapa ayat yang secara khusus mengisayaratkan untuk pemanfaatannya, demi kemakmuran penduduk negeri.
Tak cuma itu, akurasi Alquran dalam membahas soal lautan juga terlihat dari perbandingan jumlah ayat. Dalam Alquran terdapat 32 ayat yang menyebut kata 'laut'. Sedang kata 'darat' terkandung dalam 13 ayat Alquran. Jika dijumlahkan, keduanya menjadi 45 ayat. Angka 32 itu sama dengan 71,11 persen dari 45. Sedang 13 itu identik dengan 28,22 persen dari 45. Berdasar ilmu hitungan sains, ternyata memang 71,11 persen bumi ini berupa lautan dan 28,88 persen berupa daratan.

 Adapun kata laut yang digunakan al-Qur’an di antaranya abharin disebutkan satu kali dalam QS. Lukman:27; gabungan bahra, bahri, bahru sebanyak 33 kali; bahrani satu kali yaitu QS. Fatir: 12; bahrayni empat kali dan biharu dua kali. Ayat yang menjelaskan laut dalam arti kekayaan alam sebagai sumber daya ekonomi telah dijelaskan dalam QS. an-Nahl:14, QS. al-Isra’:66, dan QS. Fatir:12.